MUSIK TRADISIONAL GONDANG BOROGONG DARI UJUNG BATU KABUPATEN ROKAN HULU
Musik tradisional Gondang Borogong
Musik tradisional Gondang Borogong adalah salah satu seni musik tradisional yang dapat menggerakkan batin dan raga serta identik dengan seni silat yang berasal dari Kabupaten Rokan Hulu. Ki Hadjar Dewantara mengemukakan bahwa seni merupakan perbuatan manusia yang timbul dari perasaannya dan bersifat indah, sehingga dapat menggerakkan jiwa dan perasaan manusia. Selain itu Achdiat Kartamihardja mengemukakan bahwa seni adalah kegiatan rohani manusia yang mereflesikan realitas ke dalam suatu karya. Bentuk dan isinya mempunyai daya untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam batin penerimanya. Adapun pendapat dari Schopenhauer, seni adalah suatu usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan. Meskipun musik adalah seni yang paling abstrak, namun tiap-tiap orang menyukainya. Thomas Munro mengemukakan bahwa seni adalah alat buatan manusia untuk menimbulkan efek efek psikologis atas manusia lain (penerima) yang melihatnya. Efek-efek tersebut mencakup segala tanggapan yang berwujud pengamatan, imajinasi yang rasional maupun emosionaal. Ke empat pendapat ini berkaitan konteksnya dengan seni musik tradisional Gondang Borogong yang dapat menggerakkan batin dan raga si penglihat.
A. Asal-usul
Gondang Borogong adalah perpaduan irama musik tradisional yang ada di Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Keberadaan musik tradisional Gondang Borogong mulai tercipta pada tahun 1937 yang dahulu namanya adalah Celempong. Bentuk alat musik Gondang Borogong ini berupa Celempong 6 buah, Gondang 2 buah dan Gong 1 buah. Jauh sebelum itu tepatnya abad ke-14 orang memakai alat musik ini dengan menggunakan kayu yang diberi nama Gambang. Setelah peresmian Raja Rokan turun temurun dengan 9 Raja 2 Sultan, maka lambat laun habislah keturunan Raja. Oleh karena itu Rokan pada saat itu membutuhkan seorang pemimpin, maka diambilah keturunan Raja dari Paguruyung Sumatera Barat yang bernama Tengku Ibrahim. Dalam penobatan ini diadakan acara Borelek Godang untuk peresmian Raja Rokan yang baru, dan acara tersebut diadakan selama 7 hari 7 malam. Pada saat itu Raja ingin mendengarkan musik Gambang yang ada di Rokan, maka dipanggillah 2 orang pakar seni pada masa itu untuk membunyikan Gambang. Akan tetapi, Raja terlihat belum puas melihat pertunjukan itu sehingga beliau mengundang kesenian tradisional Calempong dari Sumatera Barat tepatnya didaerah Batu Sangkar. Tujuan dari Raja mengundang kesenian tradisional tersebut yaitu beliau berkeinginan agar pakar seni Rokan dan pakar seni Batu Sangkar saling mengenal alat musik tradisional satu sama lain.
Setelah acara itu berlangsung, maka dipanggillah pakar seni Gambang dan seni Celempong oleh raja. Pada kesempatan itu disusunlah Gambang kayu oleh pakar Celempong, tetapi mereka tidak dapat memainkannya karena bunyi Gambang itu mengambang. Sehingga disuruhlah pakar seni Gambang untuk menyusun Celempong dan menuruti letak Gambang yang mereka susun tadi. Kemudian disamakan dengan nada Gambang, jika Gambang di pukul nomor 1 maka Celempong juga dipukul nomor 1 begitu seterusnya sehingga kesimpulan dari pengujian bunyi itu Celemponglah yang mengikuti nada dari Gambang
Kemudian pada peristiwa itu terciptalah lagu- lagu berikut :
1. Lagu Tigo Lalu Gonto Kudo, lagi ini diambil dari peristiwa pada saat Raja akan dibawa ke istana dengan menggunakan kuda
2. Lagu Sanayuong, yang berasal dari kata ke istana bang yuong. Lagu ini diambil pada kejadian Raja menyuruh anaknya ke istana.
3. Lagu Tigo Lalu, lagu ini diambil dari peristiwa seorang calon pengganti Raja yang hendak pergi kebalai tempat ia akan di nobatkan menjadi Raja baru dan beliau ditemani oleh dua orang kakaknya.
4. Lagu Tigo Bonti, lagu ini diambil dari peristiwa Raja yang bersama kakaknya sampai ke balai kemudian mereka berhenti sesaat untuk naik ke balai.
5. Lagu Nanggunai, diambil dari peristiwa penobatan Raja. Pada saat itu Raja memanggil kakak nya untuk ikut naik ke balai.
6. Lagu Kubik-kubik, lagu ini maksudnya adalah memanggil orang tanpa bersuara. Pada saat itu sang kakak yang menaiki balai memanggil orang orang untuk menyaksikan penobatan sang Raja.
7. Lagu Timbang Baju, lagu ini tercipta ketika semua orang sudah berkumpul menyaksikan penobatan sang Raja dan menimbang baju Raja yang akan di kenakanya.
8. Lagu Atiek Bosa Sekali, lagu ini tercipta ketika keluarga Raja mengadakan doa bersama dan bertahlil setelah ia diresmikan.
9. Lagu Atiek Bosa Duo Kali, berhubung tamu undangan berdatangan, yang bermaksud ingin berdoa dan bertahlil bersama, tentunya tahlil dilakukan dua kali
10. Lagu Kak Kak Jopuk Ku Baliek, lagu ini tercipta setelah sesudah selesai acara berdoa dan bertahlil bersama
11. Lagu Anta Ku Pulang, yang artinya antar aku pulang. Setelah penjemputan tadilah Raja yang juga mempunyai dua kakak tadi meminta agar kakaknya mengantar ia pulang
12. Lagu Puti Dayang Bonai, lagu ini tercipta saat sang Raja telah sampai di istana dan di inai-inai oleh para dayang.
Celempong Rokan terdiri dari enam buah karena ke enam Celempong tersebut merupakan bilangan penghulu dalam suku yang ada di Rokan. Sedangkan Gendang tradisional Rokan hanya dua yaitu karena pada masa kerajaan dahulu Raja memiliki 2 orang kepercayaan. Kemudian Gong itu hanya satu karena melambangkan seorang pemimpin yaitu Raja. Itulah sejarah dan keberadaan musik tradisional Gondang Borogong, yang berasal dari kata Gendang dan Gong.
B. Alat-alat dalam musik tradisional Gondang Borogong
a) Celempong
Pada musik tradisional Gondang Borogong fungsi Celempong adalah sebagai pembawa melodi di setiap lagu. Pada alat musik Celempong ini ada pemain poningkah ( pembuat bass) dan pemain polalu (pembuat melodi)
b) Tokok Celempong
Tokok Celempong adalah alat yang fungsinya untuk menokok Celempong yang terbuat dari kayu mahang. Kayu ini dipakai dengan pertimbangan ringan dan menghasilkan nada maksimal, serta tidak merusak Celempong. Jika jenis kayu tidak ada, dapat digantikan dengan kayu lain yang serupa atau sejenis.
Tokok polalu agak panjang bangkulnya, karena memepertimbangkan pemakaian penokok yang cepat serta menghasilkan nada yang melengking. Sedangkan tokok poningkah agak bulat telur bangkulnya dengan pertimbangan menghasilkan nada bass yang keras dan bulat
c) Ogong
Ogong atau yang disebut dengan Gong adalah alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul, nada yang dihasilkan dari Gong ini adalah " gung ". Ogong digantung dengan tali yang ditahan oleh kutimba untuk menjaga keseimbangan Ogong serta memberikan bunyi yang di inginkan
C. Fungsi dan makna dari musik tradisional Gondang Borogong di Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu
1. Fungsi musik Gondang Borogong
a) Untuk penobatan Raja zaman dahulu. Musik tradisional Gondang Borogong dimainkan ketika penobatan raja tersebut berlangsung, dan dimainkan selama satu hari satu malam dan ditambah sampai setengah hari lagi.
b) Untuk menyambut bupati dan tamu besar lainnya.
c) Untuk hiburan pada acara pernikahan. Pada umumnya musik Gondang Borogong yang dimainkan pada acara pernikahan dilakukan ketika pihak pengantin laki-laki hendak memasuki gerbang dan bertemu dengan pihak pengantin perempuan.
d) Untuk hiburan pada acara khitan.
e) Untuk iringan musik ketika hendak menanam padi.
f) Untuk hiburan menjalang mamak pada saat hari Raya Idul Fitri dengan acara maaf-maafan. Acara ini dilakukan satu minggu setelah hari Raya Idul Fitri berlangsung, dan biasanya dilaksanakan di lembaga kerapatan adat.
g) Untuk perlombaan pacu sampan dalam rangka memeriahkan hari Raya Idul Fitri. Acara ini berlangsung selama 3 hari setelah hari Raya Idul Fitri, yang diadakan di Sungai Rokan. Selama perlombaan tersebut berlangsung Gondang Borogong terus di mainkan sampai acara perlombaan pacu sampan selesai. Acara ini dimulai dari siang sampai sore.
h) Untuk acara hiburan dalam rangka HUT-RI, biasanya di Ujung Batu mengadakan berbagai macam perlombaan salah satunya panjat pinang. Pada saat perlombaan panjat pinang inilah musik Gondang Borogong dimainkan hingga perlombaan selesai.
2. Makna musik Gondang Borogong
Makna musik Gondang Borogong bagi masyarakat Ujung Batu yaitu :
a) Sebagai identitas budaya, disetiap kampung-kampung di Rokan Hulu kelompok seni tradisional Gondang Borogong selalu ada, meski dengan keterbatasan alat. Namun tradisi ini tetap bertahan sehingga seni tradisional Gondang Borogong ini telah menjadi identitas bagi masyarakat Rokan Hulu sampai sekarang.
b) Sebagai simbol budaya setempat dan sangat tinggi nialinya dalam adat istiadat. Hanya musik tradisional Gondang Borogong lah yang telah menjadi khasanah budaya Rokan Hulu. Oleh karena itu, apapun itu acaranya baik acara besar maupun acara kecil musik Gondang Borogong masih dipakai sampai saat ini dan di juluki sebagai bunga adat.
D. Bentuk musik tradisional Gondang Borogong di Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu
Gondang Borogong adalah suatu alat musik tradisional yang meliputi khasanah budaya Rokan Hulu yang dimainkan oleh lima orang atau lebih, alat musiknya merupakan perpaduan dari beberapa alat perkusi yang terdiri dari Gong yang disebut Ogong bebrapa Gong berukuran kecil berjumlah enam buah disebut Celempong. Biasanya susunan duduk dalam bermain musik tradisional Gondang Bororgong, pemain Celempong ditengah dan dua orang pemain Gondang berada pada sebelah kiri dan sebelah kanan pemain Celempong, dan pemain Ogong berada di belakang pemain Celempong dan Gondang. Sedangkan dalam bentuk komposisi musiknya didalam Gondang Borogong biasanya adalah sebuah bentuk komposisi musik yang struktur lagunya disesuaikan dengan struktur lagu iringan tradisi.
E. Kesimpulan
Keberadaan musik tradisional Gondang Borogong di Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu, provinsi Riau ada sejak tahun 1937, yang dahulunya alat musik ini terbuat dari dari kayu yang bernama Gambang. Tetapi karena Raja dulu menginginkan agar alat musik tersebut lebih maju seperti Sumatera Barat yang saat itu sudah menggunakan Celempong. Maka Raja juga ingin mentransformasikan alat musik Gambang menjadi Celempong dengan nada Gambang. Sejak itulah Gambang menjadi Celempong, karena seiringnya perkembangan zaman Celempong ini disebutkan menjadi Gondang Borogong yaitu alat musik tradisional Rokan Hulu dan menjadi khasanah budaya Rokan Hulu yang sangat tinggi nilainya dalam adat istiadat.
Bentuk alat musik tradisional Gondang Borogong di Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau hampir sama dengan alat musik tradisional di daerah-daerah lain. Gondang Borogong ini terdiri dari Celempong yang hanya enam buah, Gondang dua buah, dan Gong satu buah.
Fungsi dan makna musik tradisional Gondang Borogong di Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu Riau yaitu untuk menyambut tamu kebesaran pada acara-acara kebesaran serta adat lainnya, untuk acara pernikahan, khitanan, untuk iringan musik pada masyarakat ketika hendak menanam padi dan untuk acara menjalang mamak pada saat hari Raya Idul Fitri dengan acara bermaaf-maafan. Sedangkan makna dari musik tradisional Gondang Borogong adalah salah satu alat musik tradisional yang telah menjadi khasanah budaya Rokan Hulu sangat tinggi nilainya dalam adat istiadat. Oleh karena itu Gondang Borogong di juluki sebagai bunga adat di Rokan Hulu.
Bentuk komposisi musik tradisional Gondang Borogong di Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu yaitu memiliki aturan-aturan dalam menggunakannya. Celempong yang dimainkan oleh dua orang agar menghasilkan lagu yang harmonis. Gondang yang dimainkan oleh dua orang dengan cara berdiri atau duduk, dan Gong yang dimainkan oleh satu orang dengan cara duduk maupun berdiri sesuai dengan keadaan penyangkutan Ogong serta ketinggiannya. Sedangkan bentuk komposisi musiknya yaitu Gondang Borogong tidak dituliskan dalam bentuk komposisi notasi balok maupun not angka. Komposisi Gondang Borogong ini biasanya dimainkan berdasarkan cara-cara tradisional, seperti diajarkan secara langsung dengan mengahapal bunyi yang akan dimainkan.
Sumber WIWIK SAFITRI /PBM : http://wartasejarah.blogspot.co.id/2016/06/kesenian-unik-musik-tradisional-gondang.html
DAFTAR PUSTAKA
http://www.riau.go.id ( diakses tanggal 18 mei 2016)
http://grenek.wordpress.com (diakses tanggal 18 mei 2016)
kantor pariwisata dan kebudayaan. 2007. Panduan Alat Musik Gondang Borogong, Kabupaten Rokan Hulu.
Nusantara, Yayat. 2007. Seni Budaya SMA Kelas XII. Bekasi : Erlangga
Sumaryo. L.E. 1978. Komponis, Pemain Musik, dan Publik. Bandung : Alfabeta
Komentar
Posting Komentar
-Berkomentarlah yang baik dan rapi.
-Menggunakan link aktif akan dihapus.