EXPLORE INFORMATION : AI, BITCOIN, TECHNOLOGY. Enjoy!

Dari seorang pegawai, menjadi seorang profesional


Mayoritas tamatan SMK atau perguruan tinggi saat ini umumnya ingin cepat bekerja. Padahal semua sudah tahu bahwa jadi pekerja itu penghasilannya setiap bulan sudah ditakar�yang tidak bisa lebih dari yang sudah disepakati. Kalaupun mau lebih, maka harus mengambil jam kerja lembur.
Jam kerja lembur pun dibatasi, biasanya tidak lebih dari empat jam per hari. Karena apabila lebih dari empat jam, tentu akan menyebabkan merosotnya kesehatan si pekerja. Ujung-ujungnya malah jadi sakit dan kontraproduktif.
Selain penghasilannya sudah ditakar, menjadi pekerja, pegawai, atau karyawan sebenarnya kita sudah menggadaikan sebagian dari kebebasan kita. Kita sudah tidak bisa bebas lagi berkumpul dengan keluarga atau teman-teman seenak kita sendiri. Kalaupun lagi sakit atau malas bekerja, kita tetap harus memaksakan diri untuk bisa masuk bekerja. Kalau tidak, maka tentu saja kita akan mendapat teguran dari kantor. Ujung-ujungnya bisa di-PHK.
Sesungguhnya sangat tidak enak jadi pekerja itu, tetapi kenapa malah bekerja adalah pilihan yang paling banyak dilakukan oleh orang-orang saat ini? Terutama di kalangan anak muda. Padahal, kita semua umumnya sudah tahu bahwa ada hadits yang mengatakan:
???????? ????????? ???????? ??? ????????????
"Sembilan dari sepuluh pintu rejeki ada dalam perdagangan"
Terlepas dari sahih atau tidaknya hadits itu, paling tidak dengan hadits ini kita bisa jadi tahu dan termotivasi bahwa dari 10 pintu rezeki itu, sembilan di antaranya bisa kita dapatkan melalui berwirausaha, berdagang, atau jadi pengusaha. Bukan jadi pekerja. Tetapi kenapa kita lebih banyak memilih untuk jadi pekerja? Aneh bukan?
Coba Anda perhatikan, setiap pagi hari masyarakat berjubel meninggalkan rumah menuju tempat mereka bekerja. Ada yang ke arah timur, ada yang ke arah barat, ke arah selatan, dan sebagainya.
Semua berangkat sesuai dengan keperluannya masing-masing. Bisa jadi ada yang berangkat itu dengan ikhlas dan tidak sedikit juga yang berangkat dengan terpaksa. Semua umumnya adalah pekerja. Mereka tergesa-gesa agar bisa tiba di kantor tepat waktu. Kenapa? Karena apabila mereka terlambat, selain akan mendapatkan surat peringatan dari kantor, juga akan dikenai potongan uang transport. Menyedihkan bukan? Tetapi justru ini yang jadi pilihan.
Mengapa tidak mau jadi pengusaha?? Umumnya jawaban mereka adalah, "Tidak gampang. Butuh modal yang tidak sedikit. Belum lagi akan kena resiko mengalami kerugian dan atau kebangkrutan". Dan ini mereka tidak mau mengalaminya. "Kalau jadi seorang pekerja kan enak. Tiap bulan, asal rajin masuk kantor � pasti menerima gaji". Itulah alasan klasik yang sering kali mereka lontarkan.
Tetapi mereka lupa bahwa kehidupan mereka tidak selamanya akan seperti itu terus. Hidup sendiri. Pekerja yang tadinya belum berkeluarga, tentu ingin juga bisa membina rumah tangga. Yang keluarganya masih ikut dengan orangtuanya, tentu sewaktu-waktu ingin juga bisa memiliki rumah sendiri. Yang belum memiliki motor, tentu ingin bisa memiliki motor sendiri. Yang sudah memiliki motor, tentu ke depannya ingin juga punya mobil sendiri.
Yang belum punya anak, tentu ingin mendapatkan anak. Yang sudah punya anak, tentu ingin bisa menyekolahkan anaknya, dan seterusnya. Yang semuanya itu, tetap saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apalagi bila ada keluarga yang terkena musibah sakit atau hal-hal yang tak terduga lainnya. Tentu semuanya membutuhkan biaya.
Apabila pekerja tersebut mengandalkan gaji yang hanya sesuai degan Upah Minimum Regional (UMR) saja. Tentu tidak akan dapat bisa memenuhi semua keinginannya. Artinya, sesungguhnya hidup sebagai karyawan atau pegawai sungguh tidak enak.
Takut membuka usaha sendiri, bisa dimaklumi. Kalau begitu, kenapa tidak menanamkan tekad dalam hati bahwa Anda bekerja sebagai pegawai hanya untuk lima tahun, misalnya. Sambil bekerja, Anda niatkan untuk belajar jadi pengusaha. Anda pelajari bisnis proses yang terjadi di kantor tempat Anda bekerja saat ini. Dan begitu Anda sudah memahami seluk beluk bisnis tersebut, beranikanlah diri untuk membuka usaha sendiri. Dalam tahap ini, Anda sudah memutuskan untuk beralih dari seorang pekerja, menjadi seorang profesional dulu.
Anda memiliki kompetensi di bidang programming atau network administrator, misalnya. Segeralah Anda rintis untuk membuka jasa pembuatan aplikasi komputer atau konsultan di bidang IT. Tidak punya modal, tidak perlu khawatir. Kompetensi yang sudah Anda miliki, itulah modal awal yang sangat berharga bagi Anda. Bukankan Anda bisa memulai membuka usaha dengan cara membuat website terlebih dahulu?
Saat ini sudah era pemasaran berbasis IT. Jadi, modal dalam bentuk memiliki fisik bangunan ruko, showroom, dan atau yang sejenis sudah mulai bisa dikesampingkan dulu. Tentu, cukup berat untuk bisa memiliki modal seperti itu.
Lalu, apa langkah selanjutnya yang bisa Anda lakukan? Anda mampu membangun website, Anda punya teman yang mahir desain grafis, Anda punya relasi yang memiliki mesin percetakan modern, Anda tahu tempat orang berjualan sesuatu yang berkualitas dengan harga murah, entah beraneka ragam jenis herbal, merchandise, T-Shirt, hijab, buku, elektronik, dan sebagainya. Semua akan jadi modal yang sangat berharga bagi Anda.
Dari website yang Anda bangun, Anda bisa memajang aneka jenis barang dan hasil cetakan itu. Anda pasang katalognya yang dapat memikat hati calon konsumen, Anda tawarkan kemudahan dalam bertransaksi secara online, Anda bangun image bahwa bisnis online yang Anda rintis sungguh dapat dipercaya, berkualitas, cepat dalam merespons, dan tepat dalam pengirimannya, dan ada jaminan tidak rusak. Padahal Anda sendiri hasil membeli dari jaringan relasi yang Anda miliki itu tadi. Dalam tahap ini, Anda sudah menjadi seorang profesional di bidang IT secara mandiri.
Hendri MGS
Dosen Sistem Informasi Sekolah Tinggi Teknologi Terpadu Nurul Fikri

0 Comment: