Postingan

Menampilkan postingan dengan label catatan

Gagal Bermain Google Adsense, Jadilah Pencari Kerang

Gambar
Menjadi internet marketer itu bukan perkara gampang. Butuh ketekunan, keseriusan, dan kesabaran yang dalam. Tidak ada yang bisa langsung jadi, apalagi saat ini sudah banyak pesaingnya. Internet marketing bukan lagi sesuatu yang baru. Karena itu, banyak orang bermain di lini ini. Saya termasuk orang yang terlambat belajar google adsense, walau sudah tergolong lama mengelola blog. Sejak dulu, saya hanya suka mengotak-atik desain blog, tanpa memedulikan untuk mengambil untung secara finansial dari kegiatan tersebut. Saya hanya enjoy saja sembari membuang-buang uang untuk membayar paket internet. Saya mengenal blog sejak 2008. Dari tahun tersebut saya mulai aktif mengelola. Mengelola di sini lebih ke soal desain saja, bukan bagaimana rajin update postingan. Blog saya jarang sekali update tulisan. Yang lebih sering update hanya tampilannya saja. Teman saya mencari kerang di Kadura Barat, Pamekasan, 7 Januari 2014 Saya juga suka mengotak-atik alamat blog. Dari aeng-rasa.blogspot.com, bele

Resolusiku di Tahun 2014 Adalah Punya Rumah Pohon

Gambar
Kurang dua hari lagi kita akan memasuki tahun 2014. Apa yang menarik dari tahun 2014? Saya belum tahu. Kok belum tahu? Karena saya bukan peramal. Kenapa bukan peramal? Karena saya tidak bakat untuk itu. Kenapa tidak bakat? Karena tidak ada X-factor peramal atau Peramal Idol? Kenapa tidak ada X-factor peramal atau Peramal Idol? Karena kamu cerewet. Kenapa saya �. Oke, sip! Kalau ditanya tentang kata apa yang paling banyak disebut pada tiap tahun baru, tentu yang akan muncul adalah �resolusi�. Ya, kata ini selalu terselip di banyak tempat; di acara diskusi, di televisi, di koran, di internet, di baliho para caleg, di pasar, di tikungan jalan, bahkan boleh jadi juga ada di dinding toilet. Tapi saya belum pernah ketemu dengan yang beginian. Kalau ada pasti itu toiletnya para jomblo yang ingin banget move on . �Resolusiku di tahun 2014 adalah ngising bersamamu. Yeay�.� Ya, kata �resolusi� selalu identik dengan tahun baru. Karena sering mendengarnya, saya bahkan sampai eneg , muntah-munta

Tips Menulis Ala Raditya Dika

Gambar
Mendapat internet gratisan yang lumayan cepat itu sesuatu banget. Saya mencoba memanfaatkannya untuk membuat sebuah postingan baru yang idenya sudah ngendon di batok kepala sejak beberapa hari lalu. Apa itu? Tidak ada yang baru sebenarnya. Kalau Anda suka hal-hal baru sebaiknya tinggalkan saja laptop atau tablet Anda, saya akan segera mengambilnya. Eh, maksud saya, Anda lebih baik menggunakan waktu berharga Anda untuk sesuatu yang lebih bermanfaat. Oke? Baik banget saya kan? Sebagai orang yang suka berbuat baik dan rajin gosok gigi, saya hanya akan meneruskan saja sebuah tips menulis yang pernah disampaikan oleh Raditya Dika. Dalam sebuah acara pelatihan menulis ia bilang bahwa menulis hal-hal lucu harus berbeda dari orang lain. �Yang lebih lucu dari loe itu banyak. Yang lebih cerdas juga banyak. Nah, loe nggak butuk memikirkan itu. Yang loe butuhkan adalah membuat hal-hal baru. Karena itu gue membuat judul yang unik dalam buku-buku gue� Hal itu disampaikan oleh Radit setelah ia ditany

Mengapa Facebook Tidak Menyediakan Ikon "Dislike"?

Gambar
Pikiran saya tiba-tiba dihuni oleh sebuah pengandaian, bagaimana jika di Facebook juga dipasang ikon dislike (tidak suka) seabagai kebalikan dari ikon like (suka). Apa kira-kira yang akan terjadi? Facebook dari dulu tampaknya memang mencoba menjunjung tinggi nilai etiket dalam pola komunikasi antar-manusia di jejaring sosial. Karena itu, hingga sekarang ia hanya menyediakan ikon like. Facebook tidak menyediakan sebuah ikon bagi mereka yang tidak suka atas sesuatu yang dibagikan seseorang. Mungkin itu merupakan salah satu cara bagaimana Facebook mencoba menjaga perasaan penggunanya. Lalu, bagaimana dengan kotak komentar yang sering dijadikan tempat marah-marah oleh sebagian orang yang tak menyetujui sesuatu yang dikomentarinya? Tentu beda soal antara kotak komentar dengan ikon dislike. Kotak komentar memiliki lebih banyak fungsi ketimbang tombol dislike. Ia tidak melulu diperuntukkan bagi komentar tidak suka, namun juga untuk komentar yang bersifat apresiatif atau untuk lucu-lucua

"Ngobrolin" Media Online di Madura

Gambar
Memperdebatkan eksistensi media cetak dan online mungkin sudah basi saat ini. Beberapa tahun silam, perdebatan tersebut telah mengemuka, dan nyatanya banyak ramalan yang belum terbukti. Ramalan bertumbangannya media cetak akibat membludaknya media online ternyata meleset, setidaknya hingga saat ini. Media cetak, baik koran, majalah, tabloid, dst., masih punya pangsa pasar yang signifikan. Media online hadir untuk menjawab kebutuhan informasi yang serba cepat, real time, dan praktis. Kehadiran ponsel pintar dan penetrasi internet yang luas memicu lahirnya platform baru ini. Jargon �Informasi ada di tangan Anda� menemukan relevansinya, karena hanya dengan sentuhan jari orang sudah bisa terhubung dengan informasi dari belahan bumi mana pun tanpa sekat.  Melihat pasar yang semakin membludak, kemunculan media online tak dapat dibendung. Media-media baru bertumbuhan untuk ikut menyantap kue iklan yang kian aduhai. Kemunculan itu juga dipicu oleh lebih mudahnya membuat media online ketimba

Racun Google

Gambar
�Abu Rizal Bakeri atau Abu Rizzal Bakeri ya?� tanya saya dalam hati saat akan menulis sebuah berita beberapa waktu lalu. Saya putuskan menulis dengan model yang pertama, lalu memberinya warna merah untuk menandai kalau ia butuh dikoreksi. Ke mana saya akan memeriksanya? Google! Setelah saya periksa, ternyata dua-duanya salah. Yang betul adalah Aburizal Bakeri. Pertanyaannya, kenapa nama yang begitu terkenal itu bisa luput saya ingat? Itulah hebatnya Google. Satu sisi ia membawa nampan berisi kemudahan, namun di sisi yang lain ia menyembunyikan racun. Racun itu berupa kemalasan untuk menyimpan hal-hal penting dalam ingatan. Orang dengan mudah mencari tahu apa pun di Google tanpa mau sedikit berpikir keras untuk mengingatnya. Perilaku ini lebih sering datang tanpa sengaja karena kebiasaan. Saat saya ngobrol dengan teman-teman, lalu ada sedikit pertanyaan yang tak bisa dijawab, maka tempat berlarinya adalah Google. Layanan internet sekarang sudah merasuk ke tulang sumsum kehidupan

Teknik Membaca Buku

Gambar
Teknik Membaca Buku | Selama ini, dalam membaca buku saya tidak pernah berpikir tentang teknik. Kalau ada buku menarik, ya, saya baca. Kalau tidak, ya, saya tinggalkan. Begitu saja. Setelah pengalaman belajar membaca sekian tahun, saya baru sadar bahwa membaca itu butuh teknik. Teknik ini tidak saja untuk membuat bacaan menjadi terstruktur, melainkan juga membuat ingatan akan pengetahuan tersebut bisa bertahan lama dan lebih kokoh. Bagaimanapun, manusia punya masalah dengan ingatannya. Untuk itu, mereka membutuhkan teknik membaca. Teknik ini dulu sudah pernah saya dengar dari seorang guru. Namun, ketika itu saya tidak mengerti apa yang dimaksudkannya. Saya pun tak punya keinginan untuk mencari tahu. Kemudian, beberapa hari yang lalu ada seorang teman di situs jejaring sosial yang membuat status daftar buku bacaan yang akan ia lahap. Saya perhatikan dari tema buku yang dipampangnya, tampak, secara teknik, ada kesamaan dengan saran yang guru sampaikan tempo dulu. Tekniknya begini, baca

Kampung Buku

Gambar
Kampung dalam terminologi Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kelompok rumah yang merupakan bagian kota (biasanya dihuni orang berpenghasilan rendah). Kalimat dalam tanda kurung seperti sebuah kutukan yang terus berjalin kelindan dalam kehidupan kampung. Kampung dalam banyak hal memang selalu tertinggal dari kota. Termasuk dalam dunia literasi. Sumber-sumber ilmu pengetahuan amat sulit menyentuh wilayah yang secara geografis jauh dari akses kendaraan. Dan inilah alasan utama yang sering terdengar ketika ada pertanyaan, kenapa buku-buku baru sulit mencapai kampung? Atau, kenapa buku-buku yang sampai di kampung sudah terbit entah beberapa tahun silam? Pertanyaan-pertanyaan di atas menjadi masalah, utamanya bagi penulis-penulis resensi yang hidup di pelosok. Bagaimanapun, mereka membutuhkan buku-buku baru untuk diresensi. Sementara, buku-buku yang mereka dapatkan sudah usang dan bila terpaksa diresensi akan ditampik media. Memang, persoalan utamanya bukan hanya berkisar masala

Kasta Jagung dan Padi

Gambar
Jagung menjadi tanaman pokok hampir semua penduduk Madura. Ketimbang padi, jagung masih merupakan tanaman utama masyarakat Pulau Garam ini. Barangkali, jagung lebih dulu dikenal masyarakat Madura ketimbang padi. Saya tidak tahu soal sejarah tanaman ini. Ketika musim hujan datang, orang tua saya ikut menaman jagung, sebagaimana para tentangga yang lain. Mereka datang ke ladang-ladang yang becek karena hujan. Dulu, ketika masih di rumah, saya sering disuruh ikut menaman. Saya yang pemalas sering merasa tertekan ketika harus meletakkan bulir-bulir jagung ke dalam lubang yang sudah dipersiapkan.  Kala itu, saya hanya mendapat jatah bekerja di awal dan akhir musim. Soal perawatan, pemupukan, penggemburan tanah, dsb. semua diurus oleh orang tua saya. Baru pada akhir musim atau saat panen, saya diminta bekerja kembali. Biasanya tidak hanya melibatkan saya dan saudara-saudara, melainkan juga tetangga karena jagung yang diperolah tidak sedikit. Jagung-jagung itu diangkut ke rumah, kemudian disi

Sebelum Menikah

Gambar
http://mtamrinh.blogspot.com Dan waktu terus berjalan. Kamu makin tua dan saya pun begitu. Kita telah bertunangan dengan cinta dan keinginan hidup bersama kelak. Berharap barokah dari-Nya. Apakah kamu sudah mempersiapkan diri untuk kehidupan yang lain di masa depan? Maksud saya, kehidupan berumah tangga yang penuh tanggaung jawab. Saya yakin sedikit banyak sudah kamu persiapkan. Demikianpun saya. Namun, ada kalanya saya tidak tahu apa yang harus dipersiapkan. Yang saya tahu adalah konsistensi untuk terus belajar. Banyak membaca, banyak menulis, dan banyak bertukar pikiran. Tentu saja, masih banyak hal lain yang perlu dipersiapkan di luar itu semua. Kadang kala ada yang bilang bahwa menikah itu tidak perlu banyak pertimbangan. Pernikahan bisa gagal karenanya. Benarkah demikian? Bisa jadi iya, bisa jadi juga tidak. Bagaimanapun, grusa-grusu dalam melangsungkan pernikahan bukanlah langkah yang tepat. Memulai hidup baru bukan perkara mudah. Saya pernah bertanya kepada seorang teman, kapan

Belajar Produktif Menulis ke K. Dardiri

Bagaimana cara menulis setiap hari? Mudah. Bahkan sangat mudah. Itu jawaban simpel dan menyederhanakan masalah. Padahal tidak selamanya demikian. Dalam hal konsistensi, saya bertepuk tangan untuk prestasi K. Dardiri Zubairi, sekretaris PCNU Sumenep dan pengasuh Pondok Pesantren Nasy�atul Muta�allimin (Nasa), Gapura, Sumenep. Dengan kesibukan yang bejibun, beliau masih sempat untuk menulis dan mempublikasikannya di blog. Kepada keponakannya pernah saya tanyakan bagaimana kegiatan sehari-hari K. Dardiri. Ia bilang bahwa beliau memang sangat sibuk. Selain harus mengurus NU, beliau juga disibukkan oleh kegiatan pendidikan di pondok yang diasuhnya. Praktis tak banyak waktu luang yang beliau punya. Kegiatan menulis beliau selipkan dalam kepadatan aktivitasnya sehari-hari. Menurut keponakannya, beliau biasa nulis saat ada waktu lowong meski sebentar, semisal saat siswa mengerjakan tugas di dalam kelas. Pada waktu-waktu demikianlah beliau gunakan untuk mendedahkan buah pikirannya ke dalam tul

Perihal Yang Hilang dari Kehidupan Santri

*Terbit di buletin Variez edisi November 2012 Otokritik kadang memang sulit. Tersebab kritik menuntut pengkritik berjarak dengan objek kritikannya. Padahal, objek itu adalah diri pengkritik sendiri. Begitupun ketika saya memulai tulisan ini. Saya harus memeras otak yang pas-pasan untuk menjelentrehkan ihwal “khittah” santri sebagaimana tema yang digagas redaksi buletin ini. Saya harus mengajukan sejumlah pertanyaan kepada diri sendiri, misalnya, apa itu khittah santri? Apakah santri sekarang sudah keluar dari khittahnya?  Sebagai seorang santri, saya butuh merenung untuk mengkritik diri sendiri. Namun, saya gagal berpikir kritis. Saya hanya mendapatkan sejumlah masalah yang sudah sering diungkap dalam banyak kajian tentang pesantren. Padahal saya gampang bosan terhadap sesuatu yang monoton. Namun, apa daya, saya terpaksa menulis ulang karena hanya itulah yang ngendon di otak saya. Bagi Anda yang berharap mendapatkan pencerahan, ada baiknya untuk meninggalkan tulisan ini.

Tentang City Hunter, Kim Na Na dan Sinetron Indonesia

Gambar
Selama beberapa hari terakhir saya menghabiskan banyak waktu untuk menonton sebuah drama Korea berjudul �City Hunter�. Film ini berisi 20 episode dengan durasi masing-masing episode sekitar satu jam. Bila dikalkulasi secara keseluruhan berarti saya menghabiskan waktu selama 20 jam lebih untuk menuntaskan film ini. Namun, tentu saja saya tidak menghabiskannya dalam sekali tonton. Tubuh saya tidak akan kuat dan tentu laptop juga butuh istirahat. Selain itu, ada beberapa pekerjaan yang harus saya selesaikan. Akhirnya, saya butuh beberapa hari untuk bisa menuntaskan semua episode itu. Karakter film ini sebenarnya sudah lama diciptakan dalam bentuk manga, yaitu pada tahun 1985 oleh Tsukasa Hojo . Dari bentuk manga, City Hunter diproduksi menjadi anime dan kemudian menjadi film layar lebar dengan tokoh bintang Jackie Chan pada tahun 1992. Versi film yang saya tonton kali ini dirilis pada tanuh 2011. Dengan tokoh utama Lee Yoon-sung (Lee Min-ho) yang berparas rupawan, film ini banyak mengala

Cinta, Agama dan Tradisi

*pernah diikutkan dalam lomba review buku Denny JA. tapi tidak lolos. Hehe... Sepertinya, pembahasan tentang cinta belum akan berakhir. Atau, ia akan tetap hidup selama manusia masih ada di muka bumi. Dari zaman dahulu, telah ribuan buku ditulis hanya untuk mengurai misterinya. Namun, pembahasan itu tidak pernah final. Menanggapi buku tentang cinta yang marak di Indonesia, Kurnia Effendi pernah bilang, persoalan cinta di negeri ini belum selesai. Cinta memang tidak akan pernah habis dibahas karena masing-masing orang memiliki ekspresi yang berbeda-beda atasnya. Nah, perbedaan itulah yang akan terus membuatnya eksis seiring dengan perjalanan hidup manusia. Wilayah disiplin ilmu yang membahasnya pun beragam, dari fiksi hingga ilmiah. Hal ini menandai bahwa persoalan cinta adalah hal yang sangat kompleks. Ia berjalin kelindan dengan masalah-masalah lain yang ada dalam kehidupan manusia. Kompleksitas cinta tersebut melahirkan permenungan tersendiri bagi Denny JA, seorang aktivis, penelit

Terbebas dari Perasaan Mencintai

Gambar
sumber foto di sini Terbebas dari perasaan mencintai barangkali bukanlah hal yang mudah. Setidaknya, sampai sekarang orang masih sulit mencari penawarnya. Mungkin memang tidak ada penawarnya, selain hanya waktu yang akan menentukan kelak. Yah, waktu. Saya pernah iseng-iseng mengirim pesan kepada teman-teman. Bunyinya begini: Dicari! Terapis anti-cinta. Dibutuhkan segera! Dari sekian yang menanggapi, saya tidak menjumpai adanya jawaban yang memuaskan. Semua menanggapi dengan nada guyon. Mungkin ini efek negatif dari kebiasaan mengguyon yang sering saya lakukan kepada mereka. Namun, saya mengakui bahwa itu bukanlah perkara mudah. Jawaban teman-teman saya kira bukan murni karena ingin mengguyon, tetapi lebih karena memang tidak punya jawaban jitu, tepat sasaran, dan bisa dipakain oleh banyak orang. Telah banyak hal dilakukan orang untuk mengubur rasa cintanya. Berbagai macam alasan dikemukakan. Ada yang merasa orang yang dicintainyanya tak pernah punya perasaan spesial buat dirinya, ada y

Melawan Pendidikan Korup dengan Komunitas Belajar

Gambar
sumber foto di sini Dari dulu saya sudah punya firasatbahwa saya memang tidak punya bakat bergelut dalam dunia pendidikanformal. Dari riwayat sekolah, saya termasuk orang yang gagal menjadiinsan �terdidik� sebagaimana diharapkan oleh visi misi pendidikandari pemerintah. Hampir sepanjang perjalanan mulai MadrasahTsanawiyah hingga Perguruan tinggi saya adalah seorang pembolos yangrajin. Meski kebolosan itu tidak sampai membuat saya dikeluarkan darisekolah karena saya selalu emoh dengan urusan kantor yangmenjengkelkan. Kebiasaan buruk di masing-masingtingkat pendidikan membawa dampak tersendiri bagi kehidupan sayakelak, terutama ketika saya diserahi untuk menjadi tenaga pengajar disebuah madrasah. Dari awal saya mengajar, saya hanya masuk kalautidak salah lima kali. Padahal sudah sekitar tiga bulan lamanya sayadiminta mengajar. Entahlah, sampai saat ini saya masihmemiliki persepsi miring tentang dunia pendidikan di negara ini.Sistem yang korup dan manajemen yang tidak matang selalu membua

Makna Jempol dalam Facebook

Ernst Cassirer mengatakan bahwa manusia adalah animal symblicum atau hewan yang bersimbol. Tiap apa yang melekat padanya selalu punya tafsir, baik itu cara bergerak, berbicara, cara berpikir, apa yang dipakainya, dst. Masing-masing tafsir itu bisa jadi berbeda-beda, namun terkadang ada kesepakatan atas tafsir-tafsir tertentu ole sebuah komunitas masyarakat. Dalam keseharian, kita bisa melihat banyak sekali contoh nyata bagaimana sebuah simbol akan membentuk pikiran seseorang. Anak muda yang tidak punya ponsel hari ini akan menjadi olok-olokan teman-temannya yang lain. Dia akan dianggap anak rimba yang gaptek dan tidak gaul. Di sini nampak bahwa ukuran gaul tidaknya seseorang ditakar oleh ada tidaknya sebuah ponsel di tangan mereka. Ponsel adalah simbol untuk menandai pemakainya termasuk golongan orang-orang yang maju dan modern. Meski sering mereka tak dapat memanfaatkan fitur-fiturnya dengan baik. Soal simbol ini juga bisa kita lihat dalam sebuah kasus yang sekarang sudah redup dari

Kacamata

Gambar
Saya umpamakan Anda sedang berada dalam kerumunan teman-teman Anda yang terlibat sebuah diskusi alot. Masing-masing melayangkan jawaban dan sanggahan silih berganti. Diskusi akhirnya selesai tanpa memperoleh kesimpulan, sebagaimana lumrah dalam diskusi mahasiswa karena sedikitnya buku yang mereka baca. Mereka berhenti karena kelelahan. Saat istirahat, cobalah iseng-iseng kumpulkan teman-teman Anda yang memakai kacamata, lalu tanyakan, untuk apa mereka mencantolkan makhluk tersebut di depan matanya? Jawabannya sudah pasti berbeda-beda. Mungkin ada yang menjawab karena minusnya sudah 1, 2, 3 atau 4. Itu jawaban lumrah dan tak perlu diperdebatkan meski mungkin mereka membohongi Anda. Biarkan, dia akan menjumpai balasan kebohongannya kelak. Yakinlah itu.  Di antara jawaban yang lain, barangkali ada juga yang menggunakan kalimat ini, �Biar gaya dong!�. Untuk jawaban macam begitu, ada baiknya Anda menahan diri untuk tidak mengomentari. Sebab, ciri-ciri pemakai kacamata dengan alasan demikian

Tentang "Madre"

Gambar
Telah lama saya membaca buku ini, tetapi pada hari kemarin (Sabtu, 24 Maret 2012) saya baru bisa menyelesaikannya. Begitulah, seperti yang sering saya katakan, saya bukanlah pembaca yang taat. Ia hanya sebagai perintang waktu di masa senggang. Sebuah kebiasaan buruk yang terus saya pelihara hingga kini. Meski saya selalu merutuk untuk itu. Saya pernah membaca �Perahu Kertas� karya Dewi Lestari. Dan saya jatuh cinta untuk pertama kalinya. Karya itu bergaya teenlit tetapi tidak jatuh kepada kecengengan dalam berbahasa. Maksud saya, Dee--panggilan perempuan itu�punya banyak cara mengikat pembacanya. Salah satunya dengan keluasan wawasan yang dia punya. Meski gaya berbahasanya terkesan sederhana, namun dia berhasil meramu dengan pengetahuan yang luas itu. Alhasil, cerita-cerita yang dia sampaikan selalu bergizi. Sebenarnya, �Madre� adalah buku ketiga karya Dee yang saya baca setelah �Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh� dan �Perahu Kertas�. Tetapi, saya menganggap buku ini adalah